Realita Anak Kost: Antara Nyari Pahala atau Nabung Dosa

Bagi siswa SMA yang ingin kuliah atau bekerja di luar kota, menjadi anak kost biasanya merupakan pilihan utama dibanding harus bolak-balik pulang ke rumah yang menguras waktu, biaya, dan energi. Ketika awal-awal menjadi anak kost, banyak yang bertekad untuk hidup lebih mandiri dan disiplin. Namun, godaan kebebasan "mumpung enggak diawasi orang tua" kadang membuat tekad tersebut goyah. Bukannya menjalani hidup yang lebih baik, tidak sedikit anak kost yang justru tersesat dalam perilaku buruk yang menjauhkan mereka dari nilai-nilai yang dulu mereka patuhi.

Salah satu contohnya sering ditemui dalam urusan ibadah. Salat lima waktu yang biasanya ringan dilakukan justru mulai sering ditinggalkan. Sebelum ngekost, salat lima waktu mudah dilakukan karena ada orang tua yang selalu mengingatkan. Namun, setelah ngekost, panggilan untuk salat sering diabaikan dengan berbagai alasan klasik, seperti sibuk mengerjakan tugas atau sedang bekerja.

A (19) membagikan kisahnya selama menjadi anak kost di Yogyakarta. Ia yang dulunya rajin salat tepat waktu menjadi suka menunda-nunda waktu salat ketika ngekost. 

"Alasan yang pertama pasti karena enggak ada yang ngingetin. Kan kalau di rumah tuh suka diingetin sama orang tua. Azan baru bunyi langsung disuruh ke masjid. Kalau di sini kan enggak ada yang mengingatkan. Jadi kalau azan sudah berbunyi, pasti suka mikir, 'Ah, bentar dulu deh. Masih ada tugas yang harus diselesaikan.' Alasan yang kedua adalah pengaruh lingkungan. Ada waktu di mana aku lagi semangat-semangatnya salat tepat waktu, tapi diajak teman buat mengerjakan hal lain dulu," ujarnya.

Tidak hanya dalam urusan ibadah, berbagai masalah sosial juga sering menimpa anak kost, seperti kasus remaja hamil di luar nikah, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, dan masalah sosial lainnya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apa yang membuat anak kost lebih rentan terhadap perilaku negatif?

S (19), anak kost asal Sulawesi Utara, mengungkapkan bahwa perilaku negatif anak kost sering kali berakar dari tekanan saat masih tinggal bersama orang tua. 

"Waktu masih tinggal bersama orang tua, kan, banyak hal yang dilarang. Begitu tinggal sendiri, mereka biasanya merasa bebas untuk mencoba hal-hal baru yang sebelumnya tidak boleh dilakukan," jelasnya. 

Selain itu, kurangnya pemahaman terhadap ajaran agama yang dianut juga berpengaruh. Banyak yang tidak benar-benar memahami nilai-nilai dasar agama mereka, sehingga perilakunya pun tidak lagi berpegang pada ajaran tersebut. Faktor lingkungan dan tren di media sosial juga turut memengaruhi. Ajakan dari teman-teman untuk melakukan perilaku terlarang serta pengaruh konten di media sosial mengubah cara pandang mereka terhadap apa yang benar dan apa yang salah.

Melihat fenomena tersebut, penting bagi anak kost untuk sadar diri agar tidak tenggelam terlalu dalam terhadap kebebasan yang menyesatkan. Berpegang pada nilai-nilai yang diyakini, menjaga pergaulan, serta komitmen untuk menjadi pribadi yang lebih baik adalah langkah penting untuk selalu berada di jalan yang benar.


Penulis: M. Azky Fuadi Z A

Komentar